DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW. DI MAKKAH
1. Riwayat Hidup Nabi Muhammad
Saw
Nabi Muhammad Lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah yang
bertepatan dengan 20 April 571. Ayahnya bernama Abdullah Abdul Muttalib dan
Ibunya bernama Amina binti Wahab. Nasab Bapak Dan Ibu beliau bertemu pada datuk
beliau yang bernama Kilab. Jika di runut sampai atas nasab beliau berahir pada
Nabi Ismai ibnu Ibrahim bapak orang Arab al-Musta’ribah.
Silsilah Nabi Muhammad sangat
jelas dari keturunan pemuka dan pemimpin suku Quraisy. Ayahnya bernama Abdullah
bin Abd al-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin kilab Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Sedang ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab.
Beliau berasal dari suku Asli Quraisy yang mana Suku Quraisy adalah suku yang mempunyai kedudukan utama dalam kemuliaan dan kedudukan yang tinggi diantara Bangsa Arab. Menurut Syekh Khudari tidaklah engkau dapati dalam silsilah bapak-bapaknya Nabi, melainkan orang-orang mulia, tidak ada orang rendah dikalangan mereka, tetapi mereka semuanya adalah pemuka dan pemimpin. Bahkan Ayah beliau Abdullah adalah putra bungsu Abdul Mutthalib dan di juluki Adz- dzabih karena menurut riwayat Abdul Mutthalib bernadzar apabila ia dikarunia sepuluh anak lelaki, maka dia akan menyembelih salah satu dari mereka, ketika diundi, ternyata undianya jatuh pada Abdullah. Ketika hendak disembelihnya, Quraisy melarangnya dan ia menebusnya dengan seratus ekor unta.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah meninggal
tiga bulan setelah menikahi Aminah. Saat itu usia Abdullah kurang lebih 25
tahun. Nabi Muhammad dilahirkan di rumah Abi Thalib di Syi’ib bani Hasyim.
Perempuan yang bertindak sebagai bidanya adalah Asy-Syaffa’ Ummu Abdurrahman
bin Auf. Ketika Muhammad Lahir Ibunya mengirim utusan kepada kakeknya untuk
memberi kabar. Maka Abdul Mutthalib datang dengan gembira dan menamainya dengan
nama Muhammad.
Dalam awal perkembangannya Muhammad disusui dan dibesarkan oleh ibu
kandungnya sendiri; Aminah binti Wahab. Setelah itu Muhammad disususi oleh
Tsuaibah Aslamiah yang merupakan budak pamannya Abu Lahab. Setelah itu Muhammad
kecil sususi oleh Halimah binti Abi Dzuaib As sa’diyah, istri al-Harits bin Abd
al’Uzza. pada usia kurang dari enam tahun terjadilah pristiwa pembelahan dada
Muhammad untuk mengeluarkan bagian syaitan darinya oleh malaikat Jibril dan
kejadian itu disampaikan pada ibunya.
Setelah kejadian itu tahun
Muhammad diasuh ibunya sendiri
pada usia kurang dari enam tahun.
Ketika Muhammad berusia enam tahun, ibunya tercinta, Aminah binti Wahab
meninggal, dimakamkan di
Abwa. Ketika ia
dalam perjalanan pulang bersama Muhammad dan ditemani oleh
Ummu Aiman menuju Makkah setelah mengunjungi paman-pamnya dari Bani Adiy bin
Najjar di Madinah.
Sepeninggal ibunya, menurut Syihab, Muhammad kecil diantarkan oleh
Ummu Aiman kepada Kakenya, Abd
al Mutthalib. Sejak
itu Muhammad dibawah
pengawasan dan asuhan abdul
Mutthalib. Abd al Mutthalib sangat menyayangi Muhammad melebihi anak- anaknya
sendiri. Namun 2 tahun setelah itu Abdul Muthalib wafat karena sudah usia
lanjut. Saat itu usia Muhammad 8 tahun. Tanggung jawab selanjutnya beralih
kepada pamannya, Abu Thalib. Meski Abu Thalib bukanlah orang kaya tetapi ia
cukup perhatian dalam merawat dan mendidik Muhammad Saw hingga dewasa meski Abu
Thalib memiliki banyak anak. Seperti juga Abdul Mutthalib, Abu Thalib adalah
tokoh yang disegani dan dihormati orang Quraiys. Muhammad berada dalam asuhan
dan lindungan Abu Thalib hingga tahun ke-10 kenabian, setelah itu pamannya
meninggal.
Dalam usia muda muda Muhammad hidup sebagai pengembala kambing
keluarganya dan kambing penduduk Makkah.
Melalui kegiatan pengembalaan
ini dia menemukan tempat untuk berfikir dan merenung.
Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu dibalik semuanya. Pemikiran
dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi,
sehingga terhindar dari
berbagai macam noda
yang dapat merusak namnaya, karena itu sejak muda
dijuluki al-amin, orang yang terpercaya.
Menurut al-Khudhari mengatakan bahwa ketika Muhammad berusia 12 tahun
beliau dibersama pamannya, Abu Thalib
melakukan perjalanan ke Syam untuk berdagang bersama rombongan kafilah, para
saudagar dari Makkah. Setibanya di Bashrah di awasi oleh seorang pendeta yang
dikenal dengan Buhaira, meski nama sebenarnya adalah Jirjis (george). Setelah
rombongan Abu Thalib berhenti dan beristirahat, Buhaira menemui mereka layaknya
menyambut tamu. Setelah itu, ia
menjelaskan kepada Abu Thalib bahwa anak ini kan menjadi utusan Allah. Buhaira
mengenalinya dari sifat-sifat kenabian pada
diri Muhammad yang ia lihatnya dalam kitab-kitab suci mereka. Setelah
itu, Buhaira menyarankan kepada Abu
Thalib agar membawa
pulang kembali anak
tersebut ke Makkah, sebelum
sampai Syam. Karena Buhaira hawatir dirinya akan dijahati oleh orang- orang
Yahudi. Kemudian beliau dibawa pulang kembali ke Makkah bersama para
pembantunya. Perkataan ini sering diucapkan Ahli kitab; Yahudi dan Nasrani
sebelum
Rasul diutus, Firman Allah dalam surat al Baqarah:89
وَلَمَّا
جَآءَهُمۡ كِتَٰبٞ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٞ لِّمَا مَعَهُمۡ وَكَانُواْ مِن
قَبۡلُ يَسۡتَفۡتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا
عَرَفُواْ كَفَرُواْ بِهِۦۚ فَلَعۡنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ
89.
Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan
apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan
Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang
kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka
laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.
Ketika Muhammad berusia 20 tahun terjadilah perang Fijar,
yaitu perang antara Kinanah yang
bersekutu dengan Quraisy
melawan Qais, namun
peperangan ini dimenangkan oleh
suku Qais. Peperangan Fijar ini terjadi beberapa kali.
Ketika usia Muhammad
mencapai 25 tahun,
Muhammad berangkat ke
Syam membawa barang dagangan saudagar wanita yang kaya raya yaitu
Khadijah binti Khuwailid. Dalam catatan sejarah Khadijah adalah saudagar janda
yang kaya raya, ia memperkerjakan kaum lelaki untuk menjalankan usaha
daganganya dengan sistem bagi hasil. Ketika Khadijah mendengar tentang
kejujuran Muhammad dan perkataanya yang benar sehingga kaumnya menjulukinya
dengan sebutan al-Amin (orang yang terpercaya), maka ia tertarik untuk
memperkerjakan Muhammad untuk menjalankan perdaganganya ke Syam.
Dalam perjalanan perdagangan, Muhammad ditemani oleh salah satu
pembantu Khadijah yang bernama Maisyarah. Tawaran tersebut diiyakan oleh
Muhammad dengan sistem bagi hasil. Untuk itu, ia berangkat ke Syam untuk
menjual barang daganganya Khadijah. Dalam catatan sejarah di ketahui bahwa
Muhammad Saw. Berhasil menjual barang dagangan Khadijah hingga memperoleh
keuntungan yang besar. Hal itu karena banyak pedagang menilai, cara Muhammad
berdagang dilakukan dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab. Setelah
mendengar langsung cerita kelebihan yang ada pada diri Muhammad, mulai dari
sifat, sikap, tutur kata hingga kesaksianya banyak pihak, mengenai kejujuran
dan keutamaan Muhammad, maka kemudian Khadijah melamar Muhammad. Saat Itu usia
Muhammad Saw 25 tahun sedangkan Khadijah berumur 40 tahun.
Sebelum menikah dengan
Muhammad Khadijah adalah
seorang janda yang mempunyai anak
dua yang meninggal
sebelum dewasa. Dari
perkawinanya dengan
khadijah Nabi Muhammad di karuniai beberapa anak yaitu ; Qasim,
Abdullah, Zainab, Ruqaiyah, Ummu Kulsum dan Fatimah. Muhammad hidup bersama
Khadijah selama 25 tahun dan tidak pernah menikah dengan perempuan lain selama
Khadijah masih hidup.
Ada sebuah kejadian penting yang perlu di contoh sebagai tindakan
bijak dari seorang Muhammad Saw. Pada usia 35 tahun datanglah banjir bandang di
Makkah sehingga merusak dinding Kakbah, maka orang-orang Quraisy bermaksud
merenovasi Kakbah denganmerobohkan kakbah dulu untuk meninggikanya dan
membangun atap. Maka berkumpullah suku-suku Quraisy untuk merencanakan
pembangunan itu. Akan tetapi mereka takut merobohkanya karena kedudukan Kakbah
di hati mereka. Maka al-Walid ibnu Mughirah berkata: apakah dengan merobohkanya
kalian ingin memperbaiki atau merusaknya?, maka mereka menjawab: kami ingin
memperbaikinya. Al-Walid berkata : sesungguhnya Allah tidak membinasakan
orang-orang yang memperbaikinya. Maka Walid mulai merobohkanya dan mereka
mengikutinya.
Kemudian orang-orang Quraisy membongkar dan merobohkan Kakbah hingga
mencapai maqom Ibrahim. Maka mereka keluarkan Hijr darinya dan memulai
membangun dinding Kakbah. Adapun yang memimpin pembangunan ini adalah seorang
tukang kayu yang bernama Baqum.
Para pemuka Quraisy membawa batu-batu
di atas leher-leher mereka,
diantara mereka adalah al-Abbas dan Rasulullah. Untuk setiap rukun dikhususkan
sekelompok pembesar yang
mengangkut batu batu
kesitu, kemudian membangunnya kembali.
Ketika pembangunan sudah sampai pada peletakan kembali batu hajar
al-Aswad, maka mereka bermaksud meletakkan
Hajar al-Aswad pada
tempatnya semula, maka
para pemuka mereka berselisih tentang siapa yang berhak meletakkanya.
Mereka berebut melakukan ini hingga nyaris berkobar api peperangan diantara
mereka. Perselisihan ini terjadi
selama empat hari
empat malam. Perselisihan itu
terus memuncak dan dihawatirkan akan memicu terjadinya
peperangan antar suku, maka Abu Umayyah Al- Mughirah Al Makzumi paman Khalid
ibnu Walid yang merupakan orang tua kalangan orang Quraisy berkata : Hai
kaumku, janganlah kalian bertengkar dan putuskan siapa yang kalianridhai
keputusanya. Lalu mereka menjawab: kami serahkan urusan ini kepada orang
pertama yang masuk Kakbah memalui pintu masjid. Pendapat ini disetujui oleh
mayoritas kabilah. Mereka puas Setelah mengetahui ternyata yang masuk ke Kakbah
lewat pintu Masjid adalah Muhammad.
Maka mereka berkata kami setuju dengan Muhammad Al- Amin.
Untuk menyelesaikan perselesihan tersebut, Muhammad Saw menggelar
sorban, belaiu mengambil Hajar al-Aswad
dengan kedua tanganya di tengah-tengah sorban tersebut. Kemudian Muhammad meminta
untuk seluruh kepala kabilah (suku) yang berselisih untuk mengangkat dan
membawanya ke tempat peletakanya Hajar al-Aswad. Setelah sampai pada tempat
semula, lalu beliau sendiri yang
mengambil dan meletakkannya pada tempatnya semula.