STRATEGI DAKWAH NABI MUHAMMAD DI MADINAH
Mush’ab bin Umair adalah da’i pertama di sejarah Islam. Sebelum masuk
Islam, ia dikenal sebagai seorang pemuda ganteng yang dikenal sangat necis.
Namun sesudah memeluk Islam, ia berubah sama sekali. Ia memakai jubah usang.
Rasullulah Saw. bersabda: “Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang
mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian
ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Suatu saat Mush’ab dipilih Rasulullah Saw. menjadi duta atau utusan
Rasul ke Madinah untuk mengajarkan ajaran Agama Islam kepada orang-orang Anshar
yang telah melakukan Bai’at di bukit Aqabah. Disamping itu mengajak orang-orang
lain untuk menganut agama Allah, serta mempersiapkan kota Madinah untuk
menyambut hijrah Rasul sebagai peristiwa besar.
Ada suatu peristiwa yang dihadapi ketika berdakwah di Madinah. Ketika
ia sedang menyampaikan ajaran Islam kepada orang-orang, tiga-tiba disergap
Usaid bin Hudlair kepala suku kabilah Abdul Asyhal di Madinah. Usaid menodong
Mush’ab dengan menyentakkan lembingnya. Bukan main marah dan murkanya Usaid,
menyaksikan Mush’ab yang dianggap akan mengacau dan menyelewengkan anak buahnya
dari agama mereka, serta mengemukakan Allah Yang Maha Esa yang belum pernah
mereka kenal dan dengar sebelum itu.
Ketika melihat kedatangan Usaid bin Hudlair yang murka bagaikan api
sedang berkobar, orang-orang Islam yang duduk bersama Mush’ab merasa kecut dan
takut. Tetapi Mush’ab bin Umair tetap tinggal tenang dengan air muka yang tidak
berubah.
Bagaikan singa hendak menerkam, Usaid berdiri di depan Mush’ab dan
Sa’ad bin Zararah, bentaknya: “Apa maksud kalian datang ke kampung kami ini,
apakah hendak membodohi rakyat kecil kami? Tinggalkan segera tempat ini, jika
tak ingin segera nyawa kalian melayang!”
Dengan tenang terpancarlah ketulusan hati, Mush’ab mengeluarkan ucapan
halus, katanya “Kenapa anda tidak duduk dan mendengarkan dulu? Seandainya anda
menyukai nanti, anda dapat menerimanya. Sebaliknya jika tidak, kami akan
menghentikan apa yang tidak anda sukai itu!”
Kemudian Usaid menjatuhkan
lembingnya ke tanah dan duduk mendengarkan Mush’ab membacakan ayat-ayat
Al-Quran dan mengajarkan dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw., maka dada
Usaid pun mulai terbuka dan bercahaya. Dan belum lagi Mush’ab selesai dari
uraiannya. Usaid pun berseru kepadanya dan kepada sahabatnya, ”Alangkah indah
dan benarnya ucapan itu!. Akhirnya Usaid bin Hudhair masuk Islam. Langkah
tersebut disusul oleh Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah. Dengan keislaman
mereka ini, penduduk kota Madinah berbondong-bodong masuk Islam. (sumber: Buku
Enam puluh Shahabat Rasulullah karya Khalid Muhammad Khalid).
Untuk memperluas wawasan tentang strategi dakwah Nabi Muhammad Saw di
Madinah, baca dan pahami naskah berikut:
1.
Langkah-Langkah Awal Dakwah
Nabi Muhammad di Madinah
Nabi Muhammad SAW tiba di kota Madinah tahun 622 M.Kehadiran nabi
Muhammad dan Umat Islam di kota Madinah menandai zaman baru bagi perjalanan
dakwah Islam. Umat Islam di kota Madinah tidak lagi banyak mendapat gangguan
dari masyarakat kafir Quraisy, karena mereka mendapat perlindungan dari
penduduk Madinah yang muslim.
Dengan diterimanya Nabi Muhammad dan umat Islam oleh masyarakat
Madinah, maka Nabi Saw memberikan gelar kepada umat Islam Madinah dengan
sebutan Kaum Anshar, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi penolong, sementara
umat Islam yang datang dari Mekah diberi nama Kaum Muhajirin.
Hijrah Nabi Muhammad Saw merupakan cara membangun masyarakat baru
sesuai ajaran Islam. selain perintah dari Allah Swt, hijrah nabi Saw ke Madinah
karena masyarakat Madinah (Yasrib), kabilah Aus dan Khajraj mengharapkan
kedatangannya sesuai baiat mereka di Aqabah I dan Aqabah II.
Setelah datang ke Madinah, Nabi Muhammad menentukan langkah-langkah
utama dalam rangka membangun masyarakat baru. Adapun langkah Nabi adalah:
a.
Pembangunan Masjid Sebagai
Pusat Dakwah
Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad setibanya di Madinah
adalah membangun Masjid. Masjid yang pertama dibangun adalah masjid Nabawi.
Masjid ini dibangun di atas tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan
Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi untuk pembangunan masjid dan untuk
tempat tinggal. Meski tanah tersebut diberikan secara cuma-cuma tetapi Nabi
tidak mau Nabi membelinya. Di tanah tersebut terdapat pohon kurma dan makam tua.
Lalu Nabi Muhammad memerintahkan untuk menebang pohon kurma dan memindahkan
makam tersebut guna pembangunan masjid.
Pada awalnya, pembangunan masjid nabawi hanya seluas 70 x 60 hasta
atau sekitar 31,5x27 meter, dengan tinggi tembok 2,5 meter. Lama pembangunan
masjid berlangsung selama 12 hari. Setelah jamaah bertambah banyak, maka masjid
nabawi diperluas menjadi 45 x 45 meter dengan penambahan ketinggia 3 meter.
Masjid memiliki multifungsi antara sebagai tempat melaksanakan ibadah
shalat. Setiap muslim semestinya selalu terikat dengan masjid. Keberadaan
masjid diharapkan keimanan dan ketaqwaan setiap muslim akan senantiasa terjaga
dan terpelihara. Selain itu fungsi masjid sebagai pusat kegiatan dakwah,
pendidikan dan pengajaran keagamaan, tempat pengadilan berbagai perkara yang
muncul di masyarakat, musyawarah dan lain sebagainya.
Lebih dari itu, bangunan masjid bukan saja sebagai tonggak berdirinya
masyarakat Islam, tetapi juga awal pembangunan kota.
b.
Mempersaudarakan kaum
muslimin
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad di madinah
adalah mempersatukan dalam ikatan persaudaraan kaum muslimin yang berasal dari
Mekah atau yang dikenal dengan sahabat muhajirin dengan kaum yang asli
penduuduk madinah atau yang disebut sahabat anshar. Dengan persaudaran
tersebut, Nabi Saw. telah menciptakan suatu persaudaraan baru yaitu
persaudaraan berdasarkan iman atau agama yang menggantikan persaudaraan yang
berdasarkan darah.
Diceritakan ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf tidak
membawa harta kekayaannya yang ada di Mekah. Artinya, ia tiba ke Madinah
sebagai orang biasa, yang tidak memiliki kekayaan berlebih. Kemudian,
Rasulullah mempersaudarakannya dengan Sa’ad dan seketika itu juga Sa’ad
menawarkan sebagian harta kekayaannya untuk dimiliki oleh Abdurrahman bin Auf.
Namun meski begitu, Abdurrahman bin Auf menolak tawaran Sa’ad secara halus dan
memilih untuk berniaga kembali, memulai segalanya dari nol.
Dari kisah tersebut, apa yang bisa kita petik sebagai hikmah? Tentu
saja keikhlasan seorang Sa’ad bin Ar-Rabi serta kegigihan Abdurrahman bin Auf
untuk berniaga. Mereka berdua memilih jalan yang terhormat dalam menjalani arti
persahabatan, memacu diri mereka untuk terus mendekat kepada Allah Swt.
c.
Perjanjian dengan
masyarakat Yahudi Madinah
Sesudah Nabi menetap di Madinah Rasulullah mulai mengatur hubungan
antar individu di Madinah. Berkaitan dengan tujuan itu menulis sebuah peraturan
yang dikenal dengan sebutan shahifah atau kitab dikenal sekarang dengan sebutan
piagam.
Sebelum piagam tersebut di tulis Nabi mengajak Musyawarah sahabat
anshar, muhajirin dan masyarakat Yahudi untuk merumuskan pokok-pokok pemikiran
yang akan dijadikan undang-undang. Rancangan ini memuat aturan yang berkenaan
dengan orang-orang Muhajirin, Anshar dan masyarakat Yahudi yang bersedia hidup
berdampingan secara damai dengan umat Islam. Undang-undang tersebut dikenal
dengan Piagam Madinah (Mitsaq Al-Madinah).
Piagam tersebut merupakan sebuah bukti bagaimana Islam mengayomi semua
umat manusia, termasuk non muslim, karena Islam memang rahmatan lil ‘alamin.
Dan piagam tersebut membuat posisi Nabi Saw. semakin tinggi dan dihormati
disemua lapisan masyarakat. Jika ada persoalan yang tidak dapat diselesaikan
lewat musyawarah, maka diserahkan kepada keadilan dan kebijaksanaan Nabi.
Kondisi
tersebut menunjukan beliau
menjadi pemimpin tertinggi di Madinah dan berhak membuat peraturan, baik untuk
kepentingan sosial maupun kepentingan Negara.
Beberapa suku yahudi menerima kecuali suku berasal dari Bani Nazhir,
Quraizah, dan Qainuqa, bahkan ketiga suku ini bersekutu dengan kaum kafir
Quraisy Mekah untuk mengahncurkan kekuasaan nabi Muhammad Saw. di Madinah.
Piagam Madinah yang dideklarasikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
itu memuat 47 tujuh pasal, yang di dalamnya tertuang ketentuan yang mengatur
sistem perpolitikan, keamanan, kebebasan beragama, kesetaraan di muka hukum,
perdamaian, dan pertahanan. Dalam hal kebebasan beragama, perlindungan, dan
kesetaraan di mata hukum, misalnya, disebutkan bahwa:
a.
Siapa pun yang berbuat
zalim dan jahat, baik dari kalangan Muslimin maupun Yahudi, tidak boleh
dilindungi oleh siapa pun, bahkan harus ditentang bersama- sama.
b.
Kaum Muslimin dilarang main
hakim sendiri dan bersekongkol dengan pihak lawan.
c.
Selama tidak melakukan
pelanggaran, kelompok Yahudi dan sekutu-sekutunya berhak atas perlindungan,
pertolongan, dan jaminan Negara.
d.
Baik kaum Muslimin maupun
kaum Yahudi bersama sekutunya diberi kebebasan untuk menjalankan agama
masing-masing.
e.
Jika pendukung piagam
diajak berdamai, dan semua pihak yang terlibat perjanjian memenuhi
perdamaiannya, maka kaum Muslimin wajib memenuhi ajakan damai tersebut
2.
Langkah-langkah Nabi
Muhammad Membangun Perekonomian Masyarakat Madinah
Seperti dijelaskan di atas para sahabat muhajirin hijrah ke madinah
dengan sembunyi sembunyi. Mereka datang
ke Madinah tidak membawa harta benda. Oleh karena, Nabi Muhammad berupaya
membangun perekonomian masyarakat Madinah dengan cara sebagai berikut:
1. Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar.Persaudaran berlandaskan
Iman bukan persaudaraan berlandaskan darah. Sehingga Kaum Anshar dapat menjamin
dan membantu saudaranya kaum muhajirin dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Menempatkan orang-orang fakir-miskin yang tidak punya
tempat-tinggal di Masjid. Mereka dikenal dengan Ahlu Shuffah, yaitu orang-orang
miskin atau sedang menuntut ilmu dan tinggal di laman masjid.
3. Bekerjasama dengan kaum Anshar menciptakan lapangan pekerjaan bagi
kaum Muhajirin. Kaum Muhajirin tidak mau menjadi beban bagi kaum Anshar
sehingga adanya lapangan kerja memberikan mereka untuk memperoleh nafkah dengan
hasil keringat sendiri.
4. Nabi Saw. menganjurkan bagi kaum Muhajirin yang mempunyai
pengalaman dagang dan modal sebagai pedagang. Ajuran ini sesuai dengan profesi
kaum Muhajirin ketika mereka tinggal di Mekah.
5. Bagi kaum Muhajirin yang tidak mempunyai modal, Nabi Muhammad
mengajurkan mereka bekerja sebagai petani. Karena madinah dikenal dengan tanah
subur dan memiliki hasil pertanian yang bagus, terutama buah kurma dengan
berbagai jenisnya.
6. Setelah menerima perintah zakat, pembinaan perekonomian umat Islam
lebih mendapat perhatian. Nabi Muhammad Saw. mengefektifkan zakat dan
memperkuat jalinan antara pemberi zakat dan penerima zakat.
7. Mengupayakan pembangunan pasar di Madinah. Selama tinggal di
Madinah, Nabi Muhammad menjalankan pembangunan pada semua aspek. Tidak hanya
berkaitan dengan akhlak dan ibadah namun juga ekonomi. Pasar Madinah merupakan
saksi sejarah upaya Rasulullah membangun ekonomi umat. Pasar ini dibangun
sendiri oleh Rasulullah yang hingga saat ini masih beroperasi.
Untuk keperluan itu Nabi memilih lokasi di sebelah barat masjid Nabawi
karena di nilai sebagai lokasi yang strategis. Kemudian Nabi memberikan garis
batas-batasnya dengan kai. Kemudian menentukan lokasi bagian dalampasar untuk
menjual barang atau komoditi yang diperjualbelikan, seperti ternak, bahan
makanan, dan sebagainya. Nabi Muhammad bersabda “inilah pasar kalian. Jangan
sampai dikurangi dan jangan menetapkan pajak atasnya.” (HR. Ibnu Majah).