Ulama Fiqih (Fuqaha)
Pada masa Daulah Abbasiyah perkembangan ilmu fiqih cukup baik, seiring dengan munculnya ulama-ulama mujtahid yang berperan besar dalam menetapkan hukum-hukum Islam. Hasil ijtihad itu kemudian dijadikan sebagai pedoman umat Islam dalam menentukan hukum terhadap sebuah persoalan agama. Diantara ulama fiqih yang populer saat itu dikenal dengan sebutan “Imam Madzhab”. Ada empat orang ulama yang masuk kedalam kategori imam madzhab dan disebut sebagai “Madzahibul ‘Arba’ah”.
Mari kita mengenal ulama-ulama fiqih berikut ini :
1. Imam Abu Hanifah
(Ulama Ilmu Teologi Dialektik, Pendiri Madzhab Hanafi)
Nu’man
bin Tsabit bin Zuta, dikenal sebagai Abu Ḥanifah, lahir di Kufah, Irak pada 80
H/699 M dan wafat di Baghdad, Irak, 150 H/768 M, sebagai pendiri Madzhab
Hanafi.
Secara
keseluruhan, Abu Hanifah hidup selama 70 tahun dalam hitungan kalender
Hijriyah. Dia hidup di masa transisi dua kekuatan besar dalam Dunia Islam,
yakni dari Dinasti Umayyah menuju Dinasti Abbasiyah. Abu Hanifah hidup di masa
pemerintahan Dinasti Umayyah, dan dia menyaksikan bagaimana dinasti ini
mengalami kemunduran dan akhirnya jatuh.
Ia
juga hidup di era Abbasiyah, yakni di masa pemerintahan dua khalifah, Abu
al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (berkuasa 132-136 H / 750-754 M), Khalifah
Abbasiyah pertama; dan Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur (berkuasa
136-158 H / 754-775 M), Khalifah Abbasiyah kedua.
Pada
masa remajanya, telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu. Disamping menuntut
ilmu fiqh, juga mendalami ilmu tafsir, hadits, bahasa arab dan ilmu hikmah. Meski anak seorang saudagar
kaya, kehidupannya sangat sederhana. Abu Hanifah seorang yang takwa dan soleh,
seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika berdoa air matanya
bercucuran mengharapkan keridhaan Allah SWT.
Abu
Hanifah merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah sahabat Nabi, karena pernah
bertemu dengan sahabat Nabi, diantaranya bernama Anas bin Malik, dan
meriwayatkan Hadist darinya.
Selanjutnya,
Imam Hanafi disebut sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh
berdasarkan kelompok-kelompok mulai dari bab kesucian (taharah), salat dan
seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin
Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.
Madzab
Hanafi dan fatwa-fatwanya disebarluaskan oleh murid-muridnya sehingga tersebar
luas dan dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara muridnya yang
terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, guru dari Imam Syafi’i.
Karya-karya
yang ditinggalkan oleh Imam Hanafi diantaranya Fiqh Akbar, Al ‘Alim Walmutam
dan Musnad Fiqh Akbar. Dalam menetapkan hukum, Imam Hanafi menggunakan metode berdasarkan Al
Quran, Sunnah Rasul, Fatwa sahabat, Istihsan, Ijma’ dan ‘Urf.
2. Imam Malik bin
Anas (Mufti Madinah, Pendiri Madzhab Maliki)
Nama lengkapnya Malik bin Anas bin Malik bin
Abi Amir bin Amr bin Al- Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin Al-Haris Dzi
Ashbah, dilahirkan di Madinah al Munawwaroh pada tahun 93 H (93-179 H/712-795
M).
Imam
Malik menerima Hadist dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600
dari Tabi’ut tabi’in. Imam Malik belajar di Madinah dan menulis kitab
Al-Muwatta, yang disusun selama 40 tahun, dan telah ditunjukan kepada 70 ahli
Fiqh di kota Madinah. Kitab Al Muwaththa’ berisi 100.000 hadits, yang
diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan yang paling masyhur adalah
riwayat dari Yahya bin Yahyah Al-Laitsi Al-Andalusi Al-Mashmudi.
Karya-karyanya
antara lain :
- Al-Muwattha berisi Hadist-hadist
serta pendapat para sahabat dan ulama- ulama Tabi’in yang membahas tentang ilmu
dan hukum-hukum agama Islam. Kitab ini ditulis atas anjuran Khalifah Al-Mansur.
- Al-Ushul As-Saghir
- Risalah fil ‘Aqdiyah
- Risalah fil Qadar
Imam
Malik menyusun mazhabnya atas empat dasar rujukan: Kitab Suci, Sunnah Rasul,
Ijma’, dan Qias. Pada masanya Imam Malik paling berpengaruh di seluruh Hijaz,
dikenal dengan sebutan “Sayyid Fuqaha Al-Hijaz” (pemimpin ahli fiqih di seluruh
daerah Hijaz). Ia mempunyai banyak sahabat (murid), di antaranya yang terkenal
ialah Muhammad bin Idris bin Syafii, Al-Laisy bin Sa’ad, Abu Ishaq Al-Farazi.
Pengikut
mazhab Imam Malik yang terbanyak terdapat di Tunisia, Tripoli, Magribi, dan
Mesir. Imam Malik menderita sakit selama 22 hari, kemudian 10 hari setelah itu
ia wafat. Sebagian meriwayatkan Imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H
pada usia 87 tahun.
3. Imam Syafi’i
(Pendiri Madzhab Syafi’i)
Umat
Islam sangat beruntung memiliki ulama sekaligus perawi hadits yang sangat
disegani. Dialah Imam Syafi’i. Saat usia sembilan tahun, seluruh ayat Al-
Qur’an dihafalnya dengan lancar (bahkan ia sempat 16 kali khatam Al-Qur’an,
dalam perjalanannya antara Makkah dan Madinah). Setahun kemudian, isi kitab Al-
Muwatta karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadits pilihan juga dihafalnya tanpa
cacat. Kecerdasan membuat dirinya dalam usia 15 tahun telah duduk di kursi
mufti kota Makkah, sebuah jabatan prestisius untuk ukuran masa itu.
Bernama
lengkap Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman AS-Syafi’i bin Ubaid bin Hisyam
bin Abdul Muthallib bin Abdul Manaf bin Qusay, ia merupakan keturunan Quraisy
dari Bani Muththalib, nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul Manaf. Dilahirkan di
Gaza, Palestina pada 150 H/767 M, hidup pada masa khalifah Al-Rasyid, Al-Amin
dan Al-Ma’mun dari Daulah Abbasiyah.
Ketika
hampir berumur 20 tahun, pergi ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik.
Kemudian pergi ke Irak, bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah.
Selanjutnya ke Parsi dan beberapa negeri lain.
Imam
Syafi’i diminta oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid supaya tinggal di Baghdad dan
menyiarkan agama. Pandangan dan pendapatnya diterima oleh segala lapisan.
Imam
Syafi’i bergaul baik dengan rakyat maupun dengan pemerintah, bertukar pikiran
dengan ulama-ulama terutama sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Pertemuan langsung
Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di Mekah pada tahun 187 H dan
di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i banyak belajar
tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Melalui
pergaulannya inilah Imam Syafi’i dapat
menyusun pandangan-pandangannya, yang dikenal dengan ‘’qaul qadim” (pendapat
yang pertama).
Kemudian
ia kembali ke Mekah hingga tahun 198 H. Pada tahun yang sama pergi ke Mesir. Di
Mesir inilah, Imam Syafi’i menyusun pendapatnya yang baru, yang dikenal dengan
istilah ‘’qaulul jadid’’.
Imam Syafi’i seorang mujtahid mutlak, Ulama
Fiqh, Ulama Hadist, dan Ushul. Ia mampu memadukan Fiqh ahli Irak
dan Fiqh ahli Hijaz. Dasar madzhabnya
ialah Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Diantara karya monumentalnya adalah
“Ar- Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al -Umm” yang berisi Madzhab Fiqhnya yang
baru.
Wasiatnya
yang penting, terutama bagi ulama yang mendukung dan mengikuti mazhab Syafi’i,
ialah “Apabila hadits itu sah, itulah mazhabku, dan buanglah perkataanku yang
timbul dari ijtihadku”.
Pengikut
mazhab Syafi’i yang terbanyak adalah di Mesir, Kurdistan, Yaman, Aden,
Hadramaut, Mekah, Pakistan, dan Indonesia. Imam Syafi’i wafat di akhir bulan
Rajab pada tahun 204 H/820 M, dan dimakamkan di Mesir.
4. Imam Ahmad bin
Hanbal
Nama
lengkapnya, Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al- Marwazi Al
Baghdadi, lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H di Baghdad. Pada usia 15
tahun hafal Al-Qur’an. Dia juga dikenal sebagai orang yang paling indah
tulisannya.
Imam
Ahmad bin Hambal mempunyai hafalan yang kuat, hafal lebih dari satu juta
Hadist. Banyak pujian dari para ulama tetang keistimewaan hafalan Imam Hambali,
sebagaimana dikatakan Imam Asy-Syafi’i, bahwa “Ahmad bin Hambal adalah imam
dalam delapan hal: Imam dalam Hadist, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam
dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’
dan Imam dalam Sunnah”.
Kezuhudannya
pun sangat terkenal, seperti yang diceritakan oleh Al-Maimuni bahwa rumah Abu
Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil. Ia memakai peci yang dijahit
sendiri dan kadang ke tempat membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya.
Begitu juga sifat tawadhu'nya. Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah
melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya
selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun
kebaikan yang ada padanya kepada kami”.
Guru-guru
Imam Ahmad bin Hambal jumlahnya lebih dari 280 ulama yang berasal dari berbagai
tempat seperti Mekkah Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan lainnya. Guru-guru
tersebut diantaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al- Ataky, Umari bin
Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam
Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrazaq,
Ibrahim bin Ma’qil. Adapun para muridnya diantaranya Imam Bukhari, Imam Muslim,
Imam Abu Daud, Imam Nasa’i, Imam
Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i, Shalih bin Imam Ahmad bin
Hambal, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal, Hambal bin Ishaq dan lainnya.
Kitab-kitab
karyanya sangat banyak, diantaranya: Kitab Al -Musnad yang berisi lebih dari
dua puluh tujuh ribu Hadist, Az-Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul Qur’an, Al
-Imaan, Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, Al-Asyribah dan Al-Faraidh.
Imam
Hambali meninggal pada umur 77 tahun hari Jum’at, 12 Rabi’ul Awwal tahun 241 H.
Dalam proses penguburannya dihadiri oleh 800.000 orang pelayat lelaki dan
60.000 orang pelayat perempuan