Friday, October 16, 2020

MENGENAL ULAMA FIQIH (FUQAHA)

 Ulama Fiqih (Fuqaha)

Pada masa Daulah Abbasiyah perkembangan ilmu fiqih cukup baik, seiring dengan munculnya ulama-ulama mujtahid yang berperan besar dalam menetapkan hukum-hukum Islam. Hasil ijtihad itu kemudian dijadikan sebagai pedoman umat Islam dalam menentukan hukum terhadap sebuah persoalan agama. Diantara ulama fiqih yang populer saat itu dikenal dengan sebutan “Imam Madzhab”. Ada empat orang ulama yang masuk kedalam kategori imam madzhab dan disebut sebagai “Madzahibul ‘Arba’ah”. 

Mari kita mengenal ulama-ulama fiqih berikut ini :

1.       Imam Abu Hanifah (Ulama Ilmu Teologi Dialektik, Pendiri Madzhab Hanafi)



Nu’man bin Tsabit bin Zuta, dikenal sebagai Abu Ḥanifah, lahir di Kufah, Irak pada 80 H/699 M dan wafat di Baghdad, Irak, 150 H/768 M, sebagai pendiri Madzhab Hanafi.

Secara keseluruhan, Abu Hanifah hidup selama 70 tahun dalam hitungan kalender Hijriyah. Dia hidup di masa transisi dua kekuatan besar dalam Dunia Islam, yakni dari Dinasti Umayyah menuju Dinasti Abbasiyah. Abu Hanifah hidup di masa pemerintahan Dinasti Umayyah, dan dia menyaksikan bagaimana dinasti ini mengalami kemunduran dan akhirnya jatuh.

Ia juga hidup di era Abbasiyah, yakni di masa pemerintahan dua khalifah, Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad as-Saffah (berkuasa 132-136 H / 750-754 M), Khalifah Abbasiyah pertama; dan Abu Jafar Abdullah bin Muhammad Al Mansur (berkuasa 136-158 H / 754-775 M), Khalifah Abbasiyah kedua.

Pada masa remajanya, telah menunjukkan kecintaannya kepada ilmu. Disamping menuntut ilmu fiqh, juga mendalami ilmu tafsir, hadits, bahasa arab  dan ilmu hikmah. Meski anak seorang saudagar kaya, kehidupannya sangat sederhana. Abu Hanifah seorang yang takwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika berdoa air matanya bercucuran mengharapkan keridhaan Allah SWT.

Abu Hanifah merupakan seorang Tabi’in, generasi setelah sahabat Nabi, karena pernah bertemu dengan sahabat Nabi, diantaranya bernama Anas bin Malik, dan meriwayatkan Hadist darinya.

Selanjutnya, Imam Hanafi disebut sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh berdasarkan kelompok-kelompok mulai dari bab kesucian (taharah), salat dan seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin Anas, Imam Syafi’i, Abu Dawud, Bukhari, Muslim dan lainnya.

Madzab Hanafi dan fatwa-fatwanya disebarluaskan oleh murid-muridnya sehingga tersebar luas dan dikenal sebagai salah satu madzab yang empat. Di antara muridnya yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, guru dari Imam Syafi’i.

Karya-karya yang ditinggalkan oleh Imam Hanafi diantaranya Fiqh Akbar, Al ‘Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akbar. Dalam menetapkan hukum, Imam  Hanafi menggunakan metode berdasarkan Al Quran, Sunnah Rasul, Fatwa sahabat, Istihsan, Ijma’ dan ‘Urf.

 



2.       Imam Malik bin Anas (Mufti Madinah, Pendiri Madzhab Maliki)

 Nama lengkapnya Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir bin Amr bin Al- Haris bin Ghaiman bin Jutsail bin Amr bin Al-Haris Dzi Ashbah, dilahirkan di Madinah al Munawwaroh pada tahun 93 H (93-179 H/712-795 M).

Imam Malik menerima Hadist dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari Tabi’ut tabi’in. Imam Malik belajar di Madinah dan menulis kitab Al-Muwatta, yang disusun selama 40 tahun, dan telah ditunjukan kepada 70 ahli Fiqh di kota Madinah. Kitab Al Muwaththa’ berisi 100.000 hadits, yang diriwayatkan oleh lebih dari seribu orang dan yang paling masyhur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah Al-Laitsi Al-Andalusi Al-Mashmudi.

Karya-karyanya antara lain :

-              Al-Muwattha berisi Hadist-hadist serta pendapat para sahabat dan ulama- ulama Tabi’in yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Kitab ini ditulis atas anjuran Khalifah Al-Mansur.

-              Al-Ushul As-Saghir

-              Risalah fil ‘Aqdiyah

-              Risalah fil Qadar

Imam Malik menyusun mazhabnya atas empat dasar rujukan: Kitab Suci, Sunnah Rasul, Ijma’, dan Qias. Pada masanya Imam Malik paling berpengaruh di seluruh Hijaz, dikenal dengan sebutan “Sayyid Fuqaha Al-Hijaz” (pemimpin ahli fiqih di seluruh daerah Hijaz). Ia mempunyai banyak sahabat (murid), di antaranya yang terkenal ialah Muhammad bin Idris bin Syafii, Al-Laisy bin Sa’ad, Abu Ishaq Al-Farazi.

Pengikut mazhab Imam Malik yang terbanyak terdapat di Tunisia, Tripoli, Magribi, dan Mesir. Imam Malik menderita sakit selama 22 hari, kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. Sebagian meriwayatkan Imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H pada usia 87 tahun.

 

3.       Imam Syafi’i (Pendiri Madzhab Syafi’i)



Umat Islam sangat beruntung memiliki ulama sekaligus perawi hadits yang sangat disegani. Dialah Imam Syafi’i. Saat usia sembilan tahun, seluruh ayat Al- Qur’an dihafalnya dengan lancar (bahkan ia sempat 16 kali khatam Al-Qur’an, dalam perjalanannya antara Makkah dan Madinah). Setahun kemudian, isi kitab Al- Muwatta karya Imam Malik yang berisi 1.720 hadits pilihan juga dihafalnya tanpa cacat. Kecerdasan membuat dirinya dalam usia 15 tahun telah duduk di kursi mufti kota Makkah, sebuah jabatan prestisius untuk ukuran masa itu.

Bernama lengkap Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman AS-Syafi’i bin Ubaid bin Hisyam bin Abdul Muthallib bin Abdul Manaf bin Qusay, ia merupakan keturunan Quraisy dari Bani Muththalib, nasabnya bertemu Rasulullah di Abdul Manaf. Dilahirkan di Gaza, Palestina pada 150 H/767 M, hidup pada masa khalifah Al-Rasyid, Al-Amin dan Al-Ma’mun dari Daulah Abbasiyah.

Ketika hampir berumur 20 tahun, pergi ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik. Kemudian pergi ke Irak, bergaul dengan sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Selanjutnya ke Parsi dan beberapa negeri lain.

Imam Syafi’i diminta oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid supaya tinggal di Baghdad dan menyiarkan agama. Pandangan dan pendapatnya diterima oleh segala lapisan.

Imam Syafi’i bergaul baik dengan rakyat maupun dengan pemerintah, bertukar pikiran dengan ulama-ulama terutama sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah. Pertemuan langsung Imam Syafi’i dengan Imam Ahmad bin Hanbal terjadi di Mekah pada tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i banyak belajar tentang ilmu fiqh, ushul madzhab, penjelasan nasikh dan mansukhnya. Melalui pergaulannya inilah Imam Syafi’i  dapat menyusun pandangan-pandangannya, yang dikenal dengan ‘’qaul qadim” (pendapat yang pertama).

Kemudian ia kembali ke Mekah hingga tahun 198 H. Pada tahun yang sama pergi ke Mesir. Di Mesir inilah, Imam Syafi’i menyusun pendapatnya yang baru, yang dikenal dengan istilah ‘’qaulul jadid’’.

 Imam Syafi’i seorang mujtahid mutlak, Ulama Fiqh, Ulama  Hadist,  dan Ushul. Ia mampu memadukan Fiqh ahli Irak dan Fiqh ahli Hijaz. Dasar  madzhabnya ialah Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Diantara karya monumentalnya adalah “Ar- Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab  “Al -Umm” yang berisi Madzhab Fiqhnya yang baru.

Wasiatnya yang penting, terutama bagi ulama yang mendukung dan mengikuti mazhab Syafi’i, ialah “Apabila hadits itu sah, itulah mazhabku, dan buanglah perkataanku yang timbul dari ijtihadku”.

Pengikut mazhab Syafi’i yang terbanyak adalah di Mesir, Kurdistan, Yaman, Aden, Hadramaut, Mekah, Pakistan, dan Indonesia. Imam Syafi’i wafat di akhir bulan Rajab pada tahun 204 H/820 M, dan dimakamkan di Mesir.

 

4.       Imam Ahmad bin Hanbal

Nama lengkapnya, Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad Al- Marwazi Al Baghdadi, lahir pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 164 H di Baghdad. Pada usia 15 tahun hafal Al-Qur’an. Dia juga dikenal sebagai orang yang paling indah tulisannya.

Imam Ahmad bin Hambal mempunyai hafalan yang kuat, hafal lebih dari satu juta Hadist. Banyak pujian dari para ulama tetang keistimewaan hafalan Imam Hambali, sebagaimana dikatakan Imam Asy-Syafi’i, bahwa “Ahmad bin Hambal adalah imam dalam delapan hal: Imam dalam Hadist, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam Sunnah”.

Kezuhudannya pun sangat terkenal, seperti yang diceritakan oleh Al-Maimuni bahwa rumah Abu Abdillah Ahmad bin Hambal sempit dan kecil. Ia memakai peci yang dijahit sendiri dan kadang ke tempat membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya. Begitu juga sifat tawadhu'nya. Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan yang ada padanya kepada kami”.

Guru-guru Imam Ahmad bin Hambal jumlahnya lebih dari 280 ulama yang berasal dari berbagai tempat seperti Mekkah Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan lainnya. Guru-guru tersebut diantaranya Ismail bin Ja’far, Abbad bin Abbad Al- Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami, Imam Syafi’i, Waki’ bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin ‘Uyainah, Abdurrazaq, Ibrahim bin Ma’qil. Adapun para muridnya diantaranya Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Nasa’i, Imam  Tirmidzi, Ibnu Majah, Imam Asy-Syafi’i, Shalih bin Imam Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Imam Ahmad bin Hambal, Hambal bin Ishaq dan lainnya.

Kitab-kitab karyanya sangat banyak, diantaranya: Kitab Al -Musnad yang berisi lebih dari dua puluh tujuh ribu Hadist, Az-Zuhud, Fadhail Ahlil Bait, Jawabatul Qur’an, Al -Imaan, Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, Al-Asyribah dan Al-Faraidh.

Imam Hambali meninggal pada umur 77 tahun hari Jum’at, 12 Rabi’ul Awwal tahun 241 H. Dalam proses penguburannya dihadiri oleh 800.000 orang pelayat lelaki dan 60.000 orang pelayat perempuan

APAKAH MASYARAKAT MADINAH RESPON DENGAN DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW ?

RESPON PADA DAKWAH NABI MUHAMMAD SAW. DI MADINAH Untuk memperluas wawasan tentang Respon masyarakat Madinah terhadap dakwah Nabi Muhammad ...