KEMAJUAN PERADABAN DAN KEBUDAYAAN ISLAM MASA DAULAH ABBASIYAH
d.
Ekonomi (Perdagangan, Perindustrian dan Pertanian)
Peningkatan taraf hidup
masyarakat dalam bidang
ekonomi masa Daulah Abbasiyah sebenarnya telah dimulai saat Khalifah Abu Ja’far
Al-Mansyur berkuasa. Ia merupakan tokoh utama dari peletak dasar ekonomi Daulah
Abbasiyah, sikap tegas, adil dan bijaksana membawa Daulah
Abbasiyah maju dalam
berbagai bidang Kemajuan sektor ekonomi Daulah Abbasiyah pada masa ini
disebabkan oleh usaha-usaha para khalifah yang mendorong kemajuan dalam sektor
perdagangan.
Perekonomian
masyarakat pada masa Daulah Abbasiyah meningkat saat khalifah Al- Mahdi
(775-785 M) memerintah. Hubungan luar negeri Daulah
Abbasiyah dengan
kerajaan-kerajaan lain telah membawa peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
menambah kas negara.
Kota Basrah menjadi
pelabuhan penting, sebagai tempat transit antara Timur dan Barat,
banyak mendatangkan kekayaan
bagi Abbasiyah. Selain
itu, ada juga pelabuhan Damaskus dan dermaga Kuffah.
Seiring itu, terjadi peningkatan pada sektor tambang, pertanian dan industri.
Khalifah Daulah Abbasiyah
memiliki perhatian yang sangat serius dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Untuk itu, mereka aktif mendorong kemajuan
sektor perindustrian. Para khalifah menganjurkan masyarakatnya untuk
berlomba-lomba dalam industri dan pengolahan.
Banyak kota dibangun
untuk pusat perindustrian. kota Basrah menjadi pusat industri gelas dan sabun,
kota Kuffah merupakan pusat industri tekstil, industri pakaian dari sutra bersulam ditempatkan di kota Damaskus yang
pusat kerajinan
sutranya berada di Khazakstan, dan kota Syam menjadi pusat industri keramik dan
gelas berukir.
Pembangunan kanal, bendungan, irigasi dan terusan diperuntukan untuk
memenuhi kebutuhan petani yang hasilnya mampu meningkatkan produktifitas
para petani dan kualitas hasil panennya.
Sebagai contoh, pada masa khalifah Harun Ar-Rasyid, istri khalifah, Ratu
Zubaidah menyaksikan penderitaan rakyat akibat kemarau panjang dalam
kunjungannya ke Makkah dan Madinah. Atas usulan permaisuri, khalifah membangun
sebuah bendungan dan terusan yangdapat
mengalirkan air ke
ladang-ladang dan untuk
kebutuhan hidup para petani. Sehingga kehidupan masyarakat di
dua kota suci itu sejahtera. Untuk mengenang jasa Ratu Zubaidah, bendungan itu
diberi nama “Bendungan Zubaidah”.
Peradaban Islam dalalm bidang seni budaya, sastra
mancapai puncak kejayaannya pada masa Daulah Abbasiyah. Kota Baghdad menjadi
kota pusat studi ilmu, seni dan sastra. Kemajuan ini disebabkan karena proses
asimilasi (pertemuan budaya) antara bangsa Arab dengan bangsa lainnya. Apalagi
setelah kegiatan penerjemahan berbagai macam buku dari Yunani, India,
Byzantium, dan Persia ke dalam bahasa Arab.
Perkembangan peradaban yang dapat
diidentifikasi dalam bidang seni budaya dan sastra seperti :
Seni Arsitektur
Seni arsitektur ini sangat digemari oleh para
khalifah. Seni arsitektur ini sangat
berguna untuk keperluan
membangun gedung, masjid,
istana, madrasah, dan kantor pemerintahan. khalifah Abbsiyah tidak
segan-segan mendatangkan arsitek-arsitek dari Byzantium, Yunani, Persia, dan
India untuk mendisain bangunan dan mengajarkan seni arsitektur bangunan kepada
orang Abbasiyah
Bukti
dari kemajuan pradaban
seni arsitektur pada
masa Daulah Abbasiyah masih dapat
ditemukan sampai saat ini dari keindahan gedung-gedung istana, masjid, madrasah
sebagai peninggalan Daulah Abbasiyah.
Seni Tata Kota
Seni
tata kota dan
arsitektur pada masa
Daulah Abbasiyah bernilai sangat tinggi, banyak bangunan dan
kota dibangun dengan teknik tata kota yang berseni tinggi. Diantara kota-kota
itu adalah :
Kota
Baghdad
Baghdad dibangun tahun 763 M pada masa
pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur. Pembangunan kota ini melibatkan
100.000 orang ahli bangunan, terdiri dari arsitek, tukang batu, tukang kayu,
pemahat, pelukis, dan lain-lain
yang didatangkan dari
Suriah, Iran, Basrah,
Mosul, Kuffah, dan daerah
–daerah yang lainnya.
Biaya pembangunan kota
ini mencapai
4.833.000 dirham.
Kota Baghdad dibangun berbentuk bundar sehingga
disebut kota bundar (Al-Mudawwarah). Dikelilingi dua lapis tembok besar dan
tinggi. Bagian bawah selebar 50 hasta dan bagian atas 20 hasta, tingginya 90
kaki (27.5 m). Di luar tembok dibangun parit yang dalam, yang berfungsi ganda
sebagai saluran air dan benteng pertahanan.
Di tengah kota dibangun istana khalifah diberi
nama Qashrul Dzahab (istana emas) yang melambangkan kemegahan dan kejayaan. Di
samping istana, dibangun pula Masjid Jami’ Al-Mansyur.
Kota
Samarra
Lima tahun setelah kota Baghdad mengalami
kemajuan Khalifah Al- Mu’tashim Billah (833-842 M) membangun kota Samarra. Di
dalam kota ini terdapat istana yang indah dan megah, masjid raya, taman kota
dengan bunga-bunga yang indah, dan alun-alun. Untuk memudahkan masyarakat
memenuhi kebutuhan hidupnya, dibangun pula pusat-pusat perbelanjaan dan
pusat-pusat pelayanan publik.
Selain pembangunan di kota-kota tersebut, dua
kota suci umat Islam Makkah dan Madinah juga tidak terlepas dari sentuhan seni
arsitektur para penguasaa Daulah Abbasiyah. Terlebih Masjid Al-Haram di Makkah
dan Masjid Nabawi di Madinah. Menurut tradisi, setiap penguasa muslim pada
masanya masing-masing turut
ambil bagian dalm
renovasi dan pembangunan dua
Masjid suci kebanggaan umat Islam tersebut.
Dunia sastra mencapai puncak kejayaannya pada masa Daulah
Abbasiyah. Kota Baghdad merupakan pusatnya para penyair dan sastrawan. Bahkan
hampir seluruh khalifah Abbasiyah menyukai sastra. Berikut beberapa penyair dan
sastrawan yang terkenal saat itu
• Abu Athiyah (760 – 841 M)
• Abu Nawas (741 – 794 M)
• Abu Tamam (w 847 M)
• Al-Buhtury (821 – 900 M)
• Al-Muntanabbi (961 – 967
M)
Kota Baghdad terkenal dengan kisah yang
melegenda di kalangan umat Islam yaitu cerita tentang 1001 malam (Alfu Lailah
Wa Lailah) yang ditulis oleh Mubasyir ibnu Fathik.
No comments:
Post a Comment