Ulama Tafsir (Mufassir)
Pada masa Daulah Abbasiyah, ilmu tafsir mengalami perkembangan sangat
pesat, di masa Daulah Abbasiyah bermunculan karya-karya di bidang tafsir yang
dapat dipelajari untuk generasi berikutnya. Pada masa itu metode tafsir mengacu
pada dua cara :
-
Cara tradisional atau
Tafsir bil Ma’sur yaitu cara menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan fatwa para
sahabat Nabi Saw.
-
Cara Rasional atau Tafsir
bir Ra’yi yaitu penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan rasio atau akal.
1. Imam Ibnu Jarir
At-Thabari
Nama lengkapnya Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin
Ghalib Al-Amali At-Tabari, lebih dikenal sebagai Ibnu Jarir atau At-Tabari.
Lahir di daerah Amol, Tabaristan (sebelah selatan Laut Kaspia) pada tahun 838
M. Hidup dan tumbuh di lingkungan keluarga berada dan perhatian penuh terhadap
pendidikan, terutama bidang keagamaan.
Pada masanya, perkembangan kebudayaan Islam di bidang ilmu pengetahuan
sedang mengalami kejayaan dan kemajuannya. Kondisi ini semakin mengembangkan
kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan. Kegiatan menghafal Al-Qur’an dimulainya
sejak usia 7 tahun, dan melakukan pencatatan hadis dimulai sejak usia 9 tahun.
Semangatnya luar biasa dalam menuntut ilmu sekaligus juga semangat untuk
melakukan ibadah. Pada usia 8 tahun, memperoleh kepercayaan menjadi imam salat.
Ia melakukan perjalanan keilmuan ke kota Ray, Baghdad, Suriah dan juga
di Mesir. Ke Rayy berguru kepada al-Razi, di bidang Hadist kepada Al-Musanna
bin Ibrahim al-Ibili. Ke Baghdad ingin berguru kepada Ahmad bin Hanbal, sayang
sesampainya disana ternyata telah wafat. Kemudian menuju dua kota besar di
selatan Baghdad, yakni Basrah dan Kufah.
Di Basrah berguru kepada Muhammad bin’Abd Al-A’la Al-San’ani (w. 245
H/ 859 M), Muhammad bin Musa Al-Harasi (w. 248 H/ 862 M) dan Abu Al-‘As’as
Ahmad bin Al-Miqdam (w. 253 H/ 857 M), dan Abu Al-Jawza’ Ahmad bin ‘Usman (w.
246 H/ 860 M). Khusus di bidang tafsir ia berguru kepada seorang Basrah Humayd
bin Mas’adah dan Bisr bin Mu’az Al-‘Aqadi (w.akhir 245 H/ 859-860 M), meski
sebelumnya pernah banyak menyerap pengetahuan tafsir dari seorang Kufah Hannad
bin Al-Sari (w. 243 H/ 857 M).
Setelah beberapa waktu di dua kota tersebut, kemudian kembali ke
Baghdad dan menetap untuk waktu yang lama. Ia memusatkan perhatian pada qira’ah
(cara baca) dan fiqh dengan bimbingan guru, seperti Ahmad bin Yusuf Al-Sa’labi,
Al- Hasan Ibnu Muhammad Al-Sabbah Al-Za’farani dan Abi Sa’id al-Astakhari.
Kemudian, melakukan perjalanan keilmuan lagi ke berbagai kota untuk mendalami
gramatika, sastra dan qira’ah. Hamzah dan Warasy termasuk orang-orang yang
memberikan kontribusi ilmunya kepada At-Tabari. Keduanya tidak saja dikenal di
Baghdad, tetapi juga di Mesir, Syam, Fustat, dan Beirut. Dorongan kuat untuk
menulis kitab tafsir diberikan oleh salah seorang gurunya Sufyan Ibnu ‘Uyainah
dan Waqi’ Ibnu Al-Jarrah, Syu’bah bin Al- Hajjaj, Yazid bin Harun dan ‘Abd Ibnu
Hamid.
At-Tabari banyak menulis kitab berkaitan dengan berbagai bidang ilmu,
seperti ilmu Tafsir, Ilmu Sejarah, Hadist, hukum, teolgi, etika, dan lain-lain.
Di antara karyanya yang terkenal adalah Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk (Sejarah
Para Rasul dan Raja), atau lebih dikenal sebagai Tarikh at-Tabari. Kitab ini
berisi sejarah dunia hingga tahun 915, dan terkenal karena keakuratannya dalam
menuliskan berbaga peristiwa dalam sejarah Arab dan Muslim.
Karya lainnya yang juga terkenal berupa tafsir Quran bernama Tafsir Al- Tabari, yang sering digunakan sebagai sumber oleh pemikir muslim lainnya, seperti Baghawi, As-Suyuthi dan juga Ibnu Katsir. At-Tabari wafat pada hari Senin, 27 Syawal 310 H bertepatan dengan 17 Pebruari 923 M dalam usia 85 tahun.
Nama lengkapnya, Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi Al-
Bushrawi, dilahirkan di Mijdal, sebuah tempat di kota Bashrah pada tahun 701
H/1302 M). Ayahnya, seorang khatib dan meninggal ketika Ibnu Katsir baru berusia empat tahun. Selanjuntnya,
diasuh dan dididik oleh kakaknya, Syaikh Abdul Wahhab. Pada usia lima tahun
diajak pindah ke Damsyik, negeri Syam pada tahun 706 H. Beberapa karyanya yang
terkenal adalah:
2.
Al-Bidaayah wan Nihayah,
terdiri dari 14 jilid, berisi kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu,
sirah Nabawiyah, sejarah Islam.
3.
At-Takmiil fi Ma’rifatis
Siqat wa Dhu’afa wal Majaahil. Di dalamnya terangkum dua kitab dari tulisan
guru beliau, yaitu al-Mi zzi dan adz- Dzahabi(Tahdzibul Kamal fi Asma Rijal)
dan (Liizan I’tidal fii Naqdir
Rijal) dengan disertai beberapa tambahan yang bermanfaat dalam masalah
al- jarh wat ta’dil.
4.
Jami’ al-Masanid, berisi
Musnad Imam bin Hanbal, A|-Bazzar, Abu Ya’la Al-Mushili, Ibnu Abi Syaibah,
beserta Kutubus Sittah. Disusun berdasarkan bab-bab fiqih.
5.
Thabaqaat asy-Syafi’iyyah,
berisi biografi Imam Asy-Syafi’i.
6.
Sirah Nabawiah, berisi
sejarah Nabi Muhammad saw. Dan lain-lain.
No comments:
Post a Comment